
Happiness Mr. and Mrs. William Bonnet complete when it comes a 12-year-old girl from a village named Dasima Kuripan.
In the next story stated that William Bonnet sick wife. Dasima as maid who once was considered family own, with diligent care. But William and Dasima proximity to others. When Bonnet did not recover as well, along with that loneliness has lashed lord William, the night, when his wife lay helpless, the embarrassing incident was inevitable. William succeeded in screwing Dasima.
Pain Bonnet increasingly helpless. But before she died, she told her husband William, to marry Dasima. For Dasima is a good girl.

In other parts also told Bang Samiun, coachman gig whose work frequently while Nancy shuttle to school or just a walk. Bang Samiun and Dasima eventually like to go together. For no apparent reason had no more power to endure, because scorn friends William, eventually divorced Dasima requested by William. Of course William objection, but because Dasima kept pushing. Finally Dasima request was granted by William. While their property was divided, while Nancy, his son handed over to William.

Since marriage with Bang Samiun, Dasima life miserable. Dasima everyday treated as servants. Various methods are used Wak Soleha and Conservation in order Dasima suffer. Because no more power to suffer and eventually Dasima Samiun fight.
Once Samiun, Biological and Wak Soleha, plans to hire to kill Dasima Bang Puase, in the middle of the journey by riding gig. They were intercepted on the way. Finally Dasima killed by Bang Pause. Dasima corpse discovered river by Mr. William and Nancy's son. Both are sad to see their loved ones have left them forever.

Kebahagiaan Tuan William serta Nyonya Bonnet lengkap ketika datang seorang gadis berusia 12 tahun dari kampong Kuripan yang bernama Dasima.
Pada kisah berikutnya dikemukakan bahwa Bonnet Istri William sakit. Dasima sebagai pembantu yang sekaligus sudah dianggap keluarga sendiri, dengan rajin merawatnya. Namun kedekatan William dan Dasima menjadi lain. Ketika Bonnet tidak sembuh juga, bersamaan dengan itu kesepian telah mendera tuan William, maka malam itu, ketika Istrinya terbaring tak berdaya, kejadian yang memalukan itu tak dapat dielakkan. William berhasil meniduri Dasima.
Sakit Bonnet semakin tak tertolong. Namun sebelum meninggal dunia, Dia berpesan pada William suaminya, agar mengawini Dasima. Sebab Dasima adalah gadis yang baik.

Pada bagian lain dikisahkan juga tentang Bang Samiun, kusir dokar yang pekerjaannya sering antar jemput Nancy saat kesekolah atau sekedar jalan-jalan. Bang Samiun dan Dasima akhirnya suka pergi bersama-sama. Tanpa sebab yang jelas dengan alasan tidak kuat lagi menanggung derita, karena cemoohan teman-teman William, akhirnya Dasima minta dicerai oleh William. Tentu saja William keberatan, tetapi karena Dasima terus mendesak. Akhirnya permintaan Dasima pun dikabulkan oleh William. Sementara harta mereka dibagi dua, sedangkan Nancy, anaknya diserahkan pada William.

Sejak berumah tangga dengan Bang Samiun, kehidupan Dasima semakin sengsara. Sehari-hari Dasima diperlakukan sebagai pembantu. Berbagai macam cara dilakukan Wak Soleha dan Hayati dengan tujuan agar Dasima menderita. Karena tidak kuat lagi menderita akhirnya Dasima dan Samiun bertengkar hebat.
Suatu ketika Samiun, Hayati dan Wak Soleha, merencanakan membunuh Dasima dengan menyewa Bang Puase, di tengah perjalanan dengan mengendarai dokar. Mereka dihadang di tengah jalan. Akhirnya Dasima dibunuh oleh Bang Pause. Mayat Dasima ditemukan disungai oleh Tuan William dan Nancy anaknya. Keduanya sedih melihat orang yang dicintainya telah meninggalkan mereka untuk selamanya.
Dalam cetak ulang Nyai Dasima ini dinyatakan bahwa pengarangnya adalah dan penerbitnya adalah Kho Tjeng Bie & Co. Namun buku berjudul lengkap Tjerita Njai Dasima : Soewatoe Korban daripada Pemboedjoek, nama G. Francis tertera hanya sebagai "jang mengeloewarken". Sementara, nama penerbit Kho Tjeng Bie & Co. tidak ada. Tidak mengherankan jika W.V. Sykorsky dalam tulisannya berjudul "Some Additional Remarks on Antecedents of Modern Indonesian Literature" (BKI, 1980) me-ragukan sosok G. Francis sebagai penulis Nyai Dasima. Kendati demikian, tetap banyak yang meyakini bahwa G. Francis adalah pengarang yang mungkin sekaligus penerbit, sebab akhir abad ke-19 itu sudah dikenal luas adanya toko buku G. Francis, berlokasi di "Molenvliet (Kebon Djeroek) 10/63, Batavia".
- Setahun setelah terbitnya Tjerita Njai Dasima, prosa ini mengalami transformasi menjadi syair yang ditulis O.S. Tjiang. Pengarang ini mengaku bahwa Nyai Dasima yang terbit tahun 1896 itu adalah babon syairnya. Beberapa tahun kemudian, Nyai Dasima yang berupa syair ini ditulis ulang oleh Akhmad Beramka yang menurut dugaan telah menyalinnya antara tahun 1906-1909. Demikian pula dengan Lie Kim Hok, telah menerbitkan syair ini yang selengkapnya berbunyi Sjair Tjerita di Tempo Tahon 1813, Soeda Kadjadian di Betawi, Terpoengoet dari Boekoenja Njai Dasima, sampai mengalami cetakan keenam (1922). Bahkan orang yang hanya memahami bahasa Belanda pun dapat menikmati kisah ini lewat karya A. Th. Manusama dengan judul Nyai Dasima: Het Slachtoffer vanbedrog en misleiding, een historische zeden roman van Batavia (1926).